Laman

Jumat, 30 September 2011

Berfikir kritis dan ilmiah ditengah isu kesurupan masal

Tulisan ini bukan merupakan bentuk provokatif namun bentuk pencerahan untuk anak-anakku SMADA tercinta. Fenomena yang disebut banyak orang sebagai kesurupan, sering dikaitkan dengan dunia gaib, seperti setan atau jin. Pola pikir semacam ini terbentuk secara kultural, semisal kesenian “kuda lumping” secara sengaja pemain kuda lumping memakan bara api. Jika, itu dilakukan dalam kondisi sadar, tidak akan mungkin terjadi. Maka pemain kuda lumping wajib kesurupan terlebih dahulu, dari realitas ini dapat di asumsikan sebagai bentuk kesurupan yang disengaja.

Negara berkembang seperti Indonesia atau India, masih banyak di jumpai tradisi-tradisi serupa yang terkait dengan mistifikasi, sakralisasi dan mitologisasi. Seperti kuda lumping, jika ditinjau dari pola pikir sebagian masyarakat kita seperti ini. Memang tidak lepas dari transisi masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, yang seharusnya lepas dari hal magis atau mitos.

Di zaman yang lekat dengan teknologi tinggi masih dijumpai orang atau kelompok yang masih mempertahankan kekuasaannya melalui hal-hal kelenik untuk kepentingan pragmatis. Kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu untuk melegitimasi kekuasaanya. Berangkat dari pemahaman bahwa sebagian masyarakat yang masih dibayang-bayangi dengan hal-hal mistis, setidaknya ada pendekatan kristis untuk mendekonstruksi tentang pola pikir mistifikasi, sakralisasi dan mitologisasi. Fenomena kesurupan yang terjadi di lingkungan pendidikan tuntu tidak seharusnya diarahkan terhadap hal yang bersifat mistis. Ketakutan dan kekalutan yang muncul seharusnya di minimalisir, untuk menghindarkan kita terjurumus dari kesyirikan.

Pendekatan ilmiah terhadap fenomena kesurupan yakni, pertama tentang konsep multiple personality disorder (MPD) atau kepribadian ganda, ialah suatu keadaan di mana kepribadian individu terpecah sehingga muncul kepribadian yang lain (sumber: wikipedia). Bisa dikatakan sebagai salah satu penyakit kelainan kejiwaan. Biasanya penderita memiliki kepribadian dua atau lebih, contoh seperti, pada saat ini penderita bertingkah seperti anak kecil manja suka menangis, namun tiba – tiba berubah menjadi orang lain yang pemarah.

Namun pada abad 20-an MPD berkembang menjadi DID (dissociative identity disorder) atau kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda.

Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda. Atau dengan kata lain mereka memiliki dunia lain (baca: berimajinasi). Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.

Untuk memahami bagaimana banyak identitas bisa terbentuk di dalam diri seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dari Dissociative (disosiasi). Contoh Pernahkah kalian mendapatkan pengalaman seperti ini: Ketika sedang bertanya mengenai sesuatu hal kepada sahabat kalian, kalian malah mendapatkan jawaban yang tidak berhubungan sama sekali. Jika pernah, maka saya yakin, ketika mendapatkan jawaban itu, kalian akan berkata "Nggak nyambung!".

Disosiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan antara pikiran, perasaan, tindakan dan rasa seseorang dengan kesadaran atau situasi yang sedang berlangsung. Dalam kasus DID, juga terjadi disosiasi, namun jauh lebih rumit dibanding sekedar "nggak nyambung".

Dari pendekatan psikologis diatas tentang diasosi seseorang, merupakan awal dari fenomena kesurupan atau possession. Lebih sering kita menyebut trance atau kesurupan tanpa disadari. Analoginya seperti ini, seseorang yang mengalami DID atau MPD (berkepribadian ganda) ketika dianggap kesurupan, maka ketika ada orang lain yang potensial tersugesti, kemungkinan akan mengalami hal serupa. Bentuk sugesti ini muncul dari pribadi yang mudah mengimitasi, mengidentifikasi, berempati hingga tersugesti dengan perilaku orang lain yang dilihat dan dirasakan olehnya.

Jika pendekatan diatas kita gunakan pada fenomena di SMAN 2 Pasuruan tanggal 29 september kemarin. Pertama, munculnya seorang pemicu dalam hal ini yang memulai atau dengan kata lain seseorang yang pertama kali terkategori MPD atau DID (baca : kepribadian ganda), mengalami “kesurupan” dalam pemahaman banyak orang awam atau dengan kata lain pemicu mengalami kesurupan individual.

Kemudian kedua, korban yakni mereka yang secara tidak sadar telah tersugesti dengan si pemicu. Prosesnya yakni ketika dia milihat si pemicu terkena kesurupan kemudian perasaannya seolah-olah hal itu terjadi pada dirinya. Ini yang dinamakan empati, kemudian perasaan itu berkembang menjadi sugesti dalam alam bawah sadarnya. Sehingga, si korban bisa juga mengalami perilaku yang bukan merupakan identitas dirinya. Dikatakan kesurupan masal ketika korban dan pemicu sengaja atau tidak telah mensugesti orang lain sehingga muncul korban baru.

Logika sederhanannya, ketika ada satu orang yang muntah melihat cacing atau kecoa yang menggelikan atau menjijikan, secara tidak sadar dia berimajinasi. Imajinasi yang muncul yakni dalam bentuk ketakutan misal, takut jika kecoanya akan terbang, masuk baju, dan bau diseluruh badannya, atau membayangkan got yang jorok tempat kecoa itu tinggal. Secara otomotis ketakutan itu berubah menjadi muntah sebagai bentuk reaksi atau refleksi bawah sadarnya. Sedangkan orang lain yang melihat temannya muntah bisa jadi tersugesti muntah.

Logika sederhana diatas cukup bisa memberikan penjelasan bahwa ketika seseorang berimajinasi dalam bentuk melamun, takut, atau binggung. Merekalah sebagai objek dari korban sugesti (baca : kesurupan). Ditambah dengan keaadaan lingkungan yang mengalami kepanikan (histeria massa), sehingga suasaana seolah semakin mistis (dalam fenomena kesurupan).

Dari jumlah yang ada, sebagian besar adalah perempuan yang menjadi korban. Hal ini menunjukkan perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Mereka yang memunyai kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk kesurupan atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Selain itu, wanita lebih labil ketimbang pria dan terjadi perubahan dalam jiwanya. Banyak hal bisa menjadi penyebabnya. Antara lain kondisi keluarga, kondisi sekolah, hubungan pertemanan, sosial politik, dan masih banyak lagi.

Gejala-gejala yang dianggap kesurupan

Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat, badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk. Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak mampu mengendalikan dirinya. Melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya.

Mereka yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan ada yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak menyadari sama sekali. Dalam keadaan kesurupan korban melakukan gerakan-gerakan yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental, dan tercetus dengan bebas. Saat itu merupakan kesempatan untuk mengekspresikan hal-hal yang terpendam melalui jeritan, teriakan, gerakan menari seperti keadaan hipnotis diri. Setelah itu, fisik mereka dirasa lelah tetapi, mental mereka mendapat kepuasan hebat.

Fenomena kesurupan massal dapat dijelaskan dengan kondisi ini. Seseorang yang melihat temannya dalam keadaan histeris, meronta-ronta, berteriak-teriak tanpa terkendali sering dapat mensugesti temannya. Berikut ini beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya sugesti. Pertama, sugesti secara visual (penglihatan), Seseorang yang memiliki tipe visual, dengan tingkat sugestivitas emosional dan fisiknya cukup tinggi, akan sangat mudah dipicu dengan gerakan-gerakan yang ia lihat ketika melihat orang lain dalam keadaan ”kesurupan”. Biasanya, sugestivitas emosional dimiliki oleh kaum perempuan, karena perempuan lebih banyak menggunakan penglihatannya (terutama bagi yang suka memperhatikan penampilan). Hal itulah yang menyebabkan kesurupan seperti dapat “menjalar” dari satu orang ke orang yang lain. Dengan demikian, terjadilah ”kesurupan massal”.

Kedua, sugesti secara audio (pendengaran), Seseorang yang memiliki tipe audio, dengan tingkat sugestivitasnya tinggi, akan terpicu dengan suara. Pada saat ia mendengar orang lain histeris, berteriak-teriak, dan marah-marah, orang tersebut akan tersugesti dengan mudah. Akibatnya, secara spontanitas, ia langsung mengikuti temannya seperti berteriak-teriak, histeris, marah-marah, dan lain-lain. Ketiga, sugesti secara kinesthetic (perasaan). Seseorang yang memiliki tipe kinestetik, dengan tingkat sugestivitasnya tinggi, akan tersugesti dengan perasaan yang timbul pada dirinya. Ketika seorang temannya terlihat histeris dan berteriak-teriak, timbullah rasa kasihan, simpati, dan bahkan empati. Akibatnya, tanpa sadar, ia telah memasuki level kesadaran Alpha atau Theta (bawah sadar) secara spontan.

Sebenarnya, semuanya ini tidak lepas dari konflik internal pada diri seseorang yang dapat terjadi kapan saja, yaitu ketika pikiran dan kondisi kejiwaan dalam keadaan labil, tidak tenang, bermasalah, dan semacamnya. Jika ditinjau, sebenarnya fenomena kesurupan bermula dari sebuah konflik internal seseorang yang belum pernah terselesaikan. Makin lama, konflik tersebut semakin terpendam di level pikiran bawah sadar hingga suatu waktu (pada saat yang tepat), permasalahan yang terpendam tersebut muncul secara tiba-tiba bagaikan bom waktu.

Hal itu menyebabkan emosi-emosi yang berkaitan dengan permasalahan yang ada juga muncul secara bersamaan (abreaction). Dalam kasus kesurupan, ada berbagai faktor yang menjadi pencetus terjadinya kesurupan. Sebagai contoh, bagi siswa sekolah, faktor tersebut misal jam pelajaran yang semakin diperketat, hubungan antara guru dan murid yang kurang harmonis, tugas dan pekerjaan rumah yang semakin banyak dan semakin memusingkan, atau sering terlambat sekolah kemudian dihukum dan mengalami traumatis.

Permasalahan itu dapat menjadi pencetus konflik-konflik yang terjadi dalam diri seorang siswa. Jadi, tak heran jika kesurupan massal sering terjadi di lingkungan sekolah. Anak-anakku semuanya marilah kita berfikir kritis dan Ilmiah bahwa yang terjadi pada kita kemarin merupakan pelajaran berharga. Yakni terhadap cara pandang kita terhadap fenomena kesurupan, jangan terbawah dengan cerita-cerita tahayul atau mitos-mitos yang terkait dengan dunia gaib. Sebagai orang beriman, Allah SWT telah menjelaskan Jin dan setan adalah salah satu dari makhluk Allah dan manusia juga merupakan salah satu dari makhluk Allah. Lantas, mengapa kita harus takut kepadanya? Bukankah kita sama-sama makhluk? Bahkan, sebenarnya, manusia itu lebih tinggi kedudukannya dibandingkan jin dan setan.

Allah berfirman:“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. ” (QS. Al-Isra:70)

Mulai hari ini hilangkan mistifikasi, sakralisasi dan mitologisasi. Berfikirlah secara kritis dan ilmiah dengan berbekal Iman dan Islammu.